Sahabat hidup-ku
Kau, tahu. Hampir setiap
malam di balik jendela kamarnya, perempuan itu senang melihat gemerlap bintang
yang memancarkan pesonanya, kemudian ia mengumpulkan bintang-bintang itu di
dalam hatinya, bintang yang sering membuatnya
kaku, “Akankah suatu hari aku dapat mengenggam dan memilikinya?” Batinnya
berbisik.
Aku, seorang perempuan sederhana yang memutuskan untuk tersenyum sepanjang usia-ku semenjak pandangan mata itu saling beradu malu, saat semilir angin-pun berbisik pada-ku “Dia jodoh-mu”. Saat Ayah tercinta mempercayai engkau, pria yang akan menjagaku seumur hidupmu. Hari dimana sejuta doa dan bunga mengitari dua insan.
Hari itu Ahad, 24
agustus 2014, aku lupa ritualku melihat bintang setiap malam, aku melihat seorang
pria yang hatinya lebih terang dari cayaha bintang, pria sederhana berwajah teduh. Saat itu aku tersadar aku
telah memiliki bintang, bahkan lebih indah. Ya.. engkau!
Dulu aku berkhayal,
suatu ketika aku akan menikah dengan seorang pria romantis yang penuh dengan
cinta. Pria yang setiap pagi akan menawarkan secangkir senyuman sambil berkata
“Selamat pagi cinta...” mungkin aku kira itu harapan setiap gadis se-usiaku
pada saat itu, aduhai.. indah sekali, hehe
Beranjak dewasa, aku
rubah khayalanku. Mungkin dia tak perlu romantis, tak apa karena aku sudah
cukup romantis pikirku sambil tertawa geli. Aku hanya ingin pria sederhana
pemilik hati luar biasa, pria yang dapat membimbingku dalam taat, pria yang
mencintaiku akupun mencintainya, cukup.
Seorang guru pernah
berkata padaku “Kita tidak pernah tahu siapa jodoh kita. Dia pintar, atau
sedang-sedang saja, atau mungkin kurang dari kita. Maka kita sebagai wanita
harus semangat menuntut ilmu apalagi ilmu agama. Bisa jadi kita belajar pada
suami, atau kita belajar bersama, atau mungkin kita yang mengajarkannya” begitu
katanya.
Ucapan itu sontak
menghipnotis seorang gadis polos berusia 17 tahun, menikah memang belum ada
dalam benaknya, tapi ucapan itu sanggup membuatnya berpikir begitu panjang
melewati batas usia-nya.
Seperti dalam mimpi yang
panjang, gadis polos itu kini beranjak dewasa. Hari itu ia terbangun sebelum adzan
shubuh berkumandang, perasaan apa ini? Tapi kurasa setiap perempuan pasti akan
merasakan hal yang sama, saat ia menyadari tinggal menghitung jam saja status
dan perannya akan berubah.
Ku hamparkan
sajadahku, bertakbir menyebut asma-nya, aku tak sanggup menahan bulir-bulir
dimataku, seketika byuur... berhamburan begitu deras sekali membasahi pipi-ku.
Aku tak mengerti, inikah yang dinamakan air mata bahagia? Aku tak bisa
mendefinisikan perasaanku saat itu.
Rahman
Saat ini aku melihat surga dan neraka
bersampingan di depan mataku, ku tau banyaknya wanita yang memasuki neraka
karena kedurhakaan mereka pada suaminya
Rahman
Begitu pula aku melihat surga begitu dekat
pagi ini, aromanya hampir-hampir saja tercium oleh inderaku, saat mereka mampu
mentaati suami mereka hingga akhir hayatnya.
Rahman
Satu
cita-cita terbesarku saat ini, di akhirat nanti aku melihat suamiku tersenyum dan
berkata padaku, “Wahai istriku aku ridho atasmu memasuki surga Allah, karena
keshalihanmu”
Aamiin
Ya Rahman...
--
Pagi
itu pukul 09.30 WIB, atas nama cinta yang halal lantunan surah Ar-Rahman sebagai mahar cinta
dibacakan oleh seorang pria dengan penuh penghayatan di hadapan gadisnya.
Disaksikan Tuhannya Allah, penduduk langit dan penduduk bumi-pun ikut bertasbih.
Doa-doa keberkahan meliputi atasnya, senyuman merekah berpadu dengan tangis haru menghiasi hari yang indah itu.
Alhamdulillaah,
Alhamdulillaah tiada kalimat yang lebih indah dari hamdalah, untuk
mengungkapkan rasa syukur kami pada saat itu. Sujud syukur pada-Nya sebagai
bukti syukur kami atas anugerahnya. Ya Allah Berkahilah kami, berkahilah
kami...
Ka Mad kini menggenapi semua kebahagiaanku.
Dia suami-ku, sahabat-ku dan guru kehidupan-ku. Sungguh, sesuatu yang indah. Aku tertidur pada malam hari dengan
menggenggam cinta, dan bangun dengan cinta yang baru yang lebih merekah.
Hari
ini aku hanya ingin berkata : Aku ingin menjadi pendampingmu di dunia ini dan
di akhirat nanti, selamanya...
-Bersambung-
Bandung,
25 September 2014