Sungguh, AKU CEMBURU

Ramadhan.
Seperti tahun sebelumnya, ramadhan tahun ini aku isi waktu luang ku sebagai relawan di salah satu yayasan zakat dan yatim di Bandung. Aku ditempatkan di sebuah mall yang lumayan besar daerah kopo. mulai bekerja dari pukul 09.00 sampai pukul 17.00, waktu puasa pun terasa cepat karena kegiatanku yang padat, sebenarnya pekerjaanku tak sulit-sulit amat, hanya menunggu stand zakat, memberikan brosur dan majalah yayasan tersebut, berharap dari ratusan orang yang mengunjungi mall kala itu, ada tergerak hatinya untuk menyisihkan uang belanjanya. Tak heran bagiku jika sulit sekali mencari donatur disini, kalian bayangkan saja, mereka mengunjungi mall membawa uang hingga berjuta-juta tujuannya adalah untuk memuaskan keinginannya membeli pakaian atau barang-barang mewah, dan kami stand yang berukuran kecil yang berbanding jauh dengan toko serba pink di depan kami pasti tak akan terlihat. Berbeda dengan teman kami yang menjaga stand di yayasan sudah jelas pemasukan donatur setiap harinya pasti lebih besar, karena pengunjung yang datang kesana pasti tujuannya kalau tidak zakat, infaq dan shodaqoh, tidak mungkin berbelanja.
Tapi bagiku ini hebat, kalian bayangkan saja, disaat ada orang yang membawa uang banyak ke mall berniat menghabiskan uangnya untuk memenuhi keinginannya, kemudian selintas mereka melihat stand kecil kami yang menawarkan zakat dan mereka menyisihkan uang mereka, semoga Allah memberikan pahala yang berlipat untuk mereka.
Jujur aku cemburu, mungkin saja jika aku yang ada di posisi pengunjung, membawa uang yang khusus aku kumpulkan untuk membeli pakaian idamanku, mungkin saja aku tak akan menghiraukan stand zakat seperti ini. Saat itu aku mulai berfikir inilah PENGORBANAN yang sebenarnya, disaat kita membutuhkan uang tersebut dan ingin membelanjakannya untuk memenuhi nafsu kita,  namun terbesit di dalam hati kita untuk menahan semua itu dan memberikan uang kita pada orang yang lebih membutuhkan, disitulah letak pengorbananya dan akan terasa hakekat berbagi yang sesungguhnya.

Sepuluh hari menjelang lebaran
Pagi itu, aku belum mendapatkan donatur. Para pengunjung yang berburu pakaian bedug makin bertambah, sedangkan belum ada donatur pada hari itu. Pada kali itu banyak sekali pasangan muda-mudi yang datang, membahagiakan pasangannya membelikan barang mewah ini dan itu, pria yang membawa belanjaan wanita, dan wanita yang sibuk adu harga dengan penjual.
Di sudut yang berbeda, hari itu seorang pasangan berusia senja menghampiriku, berbeda dengan pengunjung lainnya, mereka nampaknya baru datang, belum ada satupun barang yang mereka bawa kala itu, si kakek mengandeng tangan nenek dengan lembut. 

"Assalamualaikum pak, bu perkenalkan saya devy, barangkali ibu mau menitipkan sebagian hartanya untuk yayasan kami"
aku menyapa hangat kedatangan mereka. Merekapun membalas senyumku dengan ramah
"Ibu, mau shadaqoh berapa?" tanya kakek pada istrinya.
"Terserah bapak"
"Ibu saja, ini atas nama ibu"
Nenek itu tersenyum, kemudian memberikan sejumlah uang padaku.

Pemandangan yang berbeda dari yang aku jumpai sebelumnya. Aku cemburu dengan pasangan berusia senja ini, disaat pasangan muda sibuk membelikan ini itu untuk membahagiakan pasangannya, pasangan ini mengajak pasangannya untuk membelanjakan hartanya di jalanMu, Rabbi berkahilah mereka, semoga Engkau menyayangi kakek dan Nenek itu, sungguh, aku cemburu.



Juli 2013 :)

Mahasiswa Kehidupan

Disini, selama tiga setengah tahun aku belajar banyak hal tentang manusia, tingkah laku, dinamika kepribadian, kecenderungan perilaku dll. Ya, setiap hari aku disuguhkan dengan ilmu berbau manusia, aku mempelajari sesuatu yang ada pada diriku dan bagaimana aku (manusia). Namun ternyata itu tak cukup bagiku, hanya sekedar teori tak cukup untuk dapat memahami manusia yang berbeda-beda, beda usia, gender, budaya dan yang paling penting adalah ke-khasannya masing-masing. 10 manusia berarti 10 kepribadian, 10 pikiran, perasaan, potensi, emosi yg berbeda-beda.  

Aku harus terus belajar.. 
Belajar mencintai manusia dgn masing-masing keunikannya. 
Belajar memahami manusia dgn masing-masing karakternya.
Belajar menghargai manusia dgn masing-masing kelebihan dan kekurangannya.


Rabb.. 
Ternyata itu semua tak mudah
Maha besar Engkau yg tlah menciptakannya.
Bagaimana mungkin kita akan memahami makhluk-Nya? Jika tak dekat dengan penciptanya..


Rabb..
Mungkin aku tak bisa membahagiakan semua orang, tapi setidaknya jangan biarkan aku menyakiti hati seorangpun.
Aku harus terus belajar, proses belajarku adalah sepanjang kehidupan, ya akulah Mahasiswa kehidupan..

15 Desember 2013

Teruntuk Putraku Tersayang

Pesan ini aku sampaikan, untuk calon putraku yang manis.

"Nak, jangan pernah kau menyakiti hati seorang perempuan ya, muliakan mereka seperti engkau memuliakan ibumu. Jadilah engkau pribadi yang kuat namun bersikap lembutlah pada mereka (perempuan)".


Sudah tak asing bagiku, mendengar cerita para perempuan yang disakiti oleh kaum pria, apakah mungkin karena kaum pria menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang terlalu lemah sehingga mudah untuk mereka sakiti, entahlah..
Memang kenyataannya tak semua pria seperti itu, bapakku pria yang baik, sopan dan sangat menyayangi ibu dan anak-anaknya. dan ku harap semoga masih banyak pria yang memuliakan kaum perempuan. termasuk engkau anakku, ya engkau calon putraku.. jika aku dengar ada seorang pria yang menyakiti perempuan, maka akan aku pastikan itu bukan dirimu Nak.

"Nak, jangan begitu ya, jangan buat hati ibu sedih karena kau menyakiti hati perempuan"

Dan calon anakku dengarlah, semoga nanti saat engkau dewasa berkata seperti ini.

" Ibu, aku ingin sekali seperti bapak"
" Kenapa Nak? "
" Karena bapak selalu membuat ibu tersenyum setiap saat "
" :) "

DERMA CINTA

Hari demi hari Ni Sumi masih seperti itu, setiap harinya ia habiskan dengan duduk pada kursi tua di beranda rumahnya. Wanita tua yang  hampir seluruh rambutnya sudah memutih ini tak hentinya menatap pintu pagar rumahnya. Sorotnya lelah menahan pilu. Wajah keriput itu nampak lebih gelap. Kini ke dua matanya bak lahar yang siap tuk menyembur, dan byurr.. menjadi bulir bulir yang deras mengalir.
Ni Sumi tinggal di sebuah rumah tua yang sudah tak layak huni, lantainya yang retak sering kali membuat telapak kaki Ni Sumi terluka, belum lagi jika hujan Ni sumi pasti kerepotan menyimpan ember dan panci disana sini untuk menahan genangan air dari atapnya yang bocor.  
Dari sudut sana terlihat bocah yang sedang membuat adonan donat, ia aduk semuanya jadi satu; terigu, telur, gula dan bahan lainnya, ia nampak sangat lihai. Sesekali ia alihkan pandangannya pada Ni Sumi yang sedang melamun. Sebenarnya sudah tak aneh bagi Cecep, bocah berusia 12 tahun itu melihat tingkah wanita tua itu. namun bukan itu yang ada dalam benaknya, ada kekhawatiran Ni Sumi pergi lagi dari rumah, atau lebih tepatnya kabur dari rumah. Tepat seminggu yang lalu, dini hari sekali, Ni Sumi sudah tak ada di kamarnya. Rumah mereka takan cukup untuk menyembunyikan sosoknya, satu arah mata saja sudah tampak seisi rumah.  
Ni Sumi pergi untuk mencari anak yang tak tau diri itu, begitulah sebutan warga kampung untuk Bambang anak Ni Sumi itu,  padahal dari kecil Ni Sumi sangat memanjakan anak semata wayangnya itu. Untunglah Pak Dadang yang hendak ke pasar melihat Ni Sumi yang akan naik elf Cikijing-Bandung. Berita terakhir tentang Bambang anaknya itu memang bekerja di Bandung, tapi itu sudah dua tahun yang lalu.
Sepuluh tahun yang lalu Bambang pamit pada ibunya untuk mengadu nasib di kota, berharap kehidupannya akan lebih baik, Ni Sumi dari awal tidak setuju dengan rencana anaknya itu, namun Bambang terus memaksa, ia berjanji akan selalu mengabari ibunya, dan pada akhirnya Ni Sumi tak bisa berbuat apa-apa terhadap keinginan Bambang itu.

Bulan pertama Bambang rajin mengirim kabar kepada Ni Sumi, melewati Pak Asep salah satu warga yang memiliki alat komunikasi, Ni Sumi sangat bahagia, walaupun sebenarnya ia lebih bahagia jika anaknya selalu disisinya.
Bulan kedua Bambang menjadi jarang memberi kabar, alasannya ia sangat sibuk mengurusi pekerjaannya. Hingga bulan ketiga ia jadi tak pernah mengabari Ni Sumi lagi, bahkan saat hari lebaran pun ia tak pernah pulang. Ni Sumi jadi sering sakit-sakitan dibuatnya.
Kerinduan Ni Sumi terhadap Bambang makin membuncah, puncaknya adalah 2 tahun yang lalu, Ni Sumi mengamuk tak jelas, meriung-riung bak orang yang sedang disiksa, semua orang mengkerubuni Ni Sumi, melihat Ni Sumi penuh dengan iba. Semenjak kepergian anaknya, tak pernah ada lagi lengkungan senyum di bibir Ni Sumi, rasanya ia sudah lupa bagaimana cara tersenyum.
“Ni.. emam heula nya” “ Nek, makan dulu ya” ucap Cecep pada Ni Sumi, namun seperti biasanya, Ni Sumi hanya berkomunikasi menggunakan isyarat saja, mengangguk-anggukan kepalanya tanda setuju dan menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tak setuju, tak ada ekspresi lebih dari itu. Lidahnya kaku, bibirnya kelu selama 10 tahun.
Mereka tinggal berdua di rumah ini, sebenarnya Cecep bukan siapa-siapa, tak ada ikatan darah sama sekali diantara mereka. Cecep hanyalah anak yatim piatu dan tak punya keluarga selain ke dua orang tuanya. Ibunya meninggal lebih dulu saat melahirkan Cecep dan kemudian bapaknya meninggal karena kecelakaan lalu lintas.
Saat Bapaknya meninggal tak ada satu warga pun yang bersedia mengurus Cecep, memang tak aneh jika mereka menolak untuk mengurus Cecep karena kebanyakan dari mereka sudah beranak lebih dari tiga dengan keadaan ekonomi yang serba kekurangan.
Warga kampung mengusulkan agar Cecep dititipkan ke panti asuhan saja, Cecep yang baru berumur tujuh tahun itu tak berkutit, toh ia hanya anak kecil yang tak tau apa-apa, menangispun ia malu, semua orang yang berkumpul di hadapannya hanyalah orang asing baginya. Di sudut rumahnya ia menahan sesak, dadanya perih, seperti di hantam pisau berkali-kali, bibirnya gemetar, tubuhnya lungsai. Ia hanya butuh pelukan saat ini, bukan.. bukan celoteh-celoteh yang katanya peduli akannya, nyatanya tidak, mereka hanya tidak ingin terbebani dengan membawa Cecep ke rumah mereka.
Dari arah pintu masuk datang seorang janda tua, ia lewati kumpulan orang yang mengaku peduli akan Cecep, ia hampiri bocah malang itu. Ni sumi menggendong Cecep yang sedang duduk menunduk di sudut rumahnya, orang-orang keheranan melihat tingkahnya, wanita tua  itu membawa Cecep pergi. Warga pun tak bisa mencegah apa yang dilakukan Ni Sumi hari itu, nyatanya tak ada yang berani mengurus anak yatim piatu itu kecuali janda tua itu.
 “Ni aaaaa ni” “Nek aaaaaa nek”
Tingkah Cecep menyuapi wanita tua itu, bak seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya.
“Ni, engke mun tabungan Cecep tos seuer, Cecep meser acuk kanggo Nini, nu sae pisan” “Nek, nati kalau tabungan Cecep udah banyak Cecep beli baju buat Nenek, yang bagus banget”
Ni Sumi menggelengkan kepala tanda ia tak setuju dengan usul Cecep kali ini
“Kunaon Ni? Kan supaya Nini teh tambah geulis  pisan.” “Kenapa nek? Kan supaya Nenek tambah cantik”  terlihat lengkungan senyum di bibir Cecep hingga jelas lesung pipinya.   
Ni sumi menggelengkan kepalanya lebih cepat, tanda ia sangat tidak setuju.
Terus Nini hoyong naon atuh? kan cecep teh hoyong Nini bungah” “Terus Nenek pengen apa dong? Cecep pengen Nenek bahagia”
Jika ia mau bicara, tak ada yang lebih bahagia bagi Ni Sumi selain bertemu anak semata wayangnya yang selama 10 tahun tak pulang.
Ni Sumi beranjak dari kursinya, memasuki kamar kecilnya. Matahari sudah sembunyi dari tadi, seisi bumi menjadi gelap, namun karenanya dunia terlihat lebih indah, kita dapat melihat kilauan bintang, dan bersyukur dengan adanya sinaran bulan.
Ni Sumi membaringkan tubuhnya, ke dua matanya menatap langit-langit kamarnya. Menakjubkan, ini lebih indah.. benda langit itu nampak lebih dekat. Sinarnya tepat dimatanya, tapi semakin lama semuanya terlihat remang-remang, perih, berat, dan gelap.  Kini ia berharap menemukan dunia adalah indah.
Batuk Ni Sumi makin menjadi, Cecep tak tega melihat Ni sumi, batuknya tak henti-henti, nampak wanita itu sudah sangat kelelahan. Cecep segera mencari obat batuk di rumahnya, ternyata sudah habis.
Cecep kebingunan, Ni Sumi sudah sangat kelelahan. Ia raba saku celananya, ia keluarkan, didapatinya uang recehan Rp. 5.200, Cecep lupa uang hasil jualannya tadi sudah ia belikan bahan adonan untuk membuat donat besok.
Cecep membawa celengan yang ia sembunyikan di bawah ranjangnya. Untung saja ia membenarkan kata Ni Sumi agar tak beli baju. Karena kebutuhan tak cukup di situ saja. Begitupun Cecep, ia mempunyai prinsip hidup tak mau tergantung pada orang lain. Cecep segera memecahkan celengan ayam yang sudah terisi penuh itu, jelas berat terisi oleh uang recehan. Sudah satu tahun Cecep menabung, uangnya sudah lumayan banyak.
Dengan tergesa Cecep mengantongi seluruh uang recehnya dan segera pergi ke apotek setelah menerima izin dari Ni Sumi.
Sudah pukul 23.40 Cecep tak kunjung pulang padahal ia sudah berangkat dari tiga jam yang lalu, Ni Sumi sangat khawatir dengan Cecep, apalagi ini sudah sangat malam, jalanan sangat sepi, bagaimana jika terjadi sesuatu padanya, begitulah kecemasan di hati Ni Sumi.
. “Buruken aya nu katabrak budak lalaki” “Cepetan ada yang ke tabrak anak lelaki” Teriakan seorang bapak membangunkan warga yang masih terlelap. Sekelompok warga berlarian menuju arah jalan.
“Di tabrak ku trek badag” “Di tabrak sama truk besar”
Obrolan seorang ibu yang datang dari arah jalan.
Udara malam kian menggigil. Malam yang hening itu berubah seketika, terdengar suara-suara istigfar di setiap sudut.
Tidak.. tidak.. !! Ni Sumi mulai menghapus semua yang berotasi pada pikirannya, dirinya mulai tak tenang, dadanya sesak.
Seketika wajahnya terlintas dalam bayang Ni Sumi. Senyum bocah polos itu, lesung pipinya. Lututnya yang lemah seketika terjatuh pada lantai. Dari kejauhan seorang bapak berbadan besar memboyong anak yang bermandikan darah menuju arahnya, jeritan istigfar itu semakin keras, bapak itu semakin mendekat,  baju yang dikenakan bocah itu sudah tak asing bagi Ni Sumi. 
“ceceeeeep...” teriak Ni sumi
“ Ni.. Nini.. Kunaon Ni..” “Nek.. Nenek.. Kenapa Nek” Suara Cecep di sebelahnya, matanya masih remang-remang, Cecep berada tepat di dekatnya, Ni Sumi melihat seluruh tubuh Cecep, tak ada satu bagian tubuhnya yang hilang, bahkan tak ada goresan luka sedikitpun pada kulitnya.
“ Nini kunaon..?” ”Nenek kenapa..?”
Hening
Ni Sumi masih pada kasurnya.  
“Nini teh nyaah pisan ka Cecep, Cecep tong ninggalken Nini nyaa..” “ Nenek sayang banget sama Cecep, Cecep jangan ninggalin Nenek yaa..”
Insya Allah ni, Cecep oge nyaah pisan ka nini.. “ “Insya Allah Nek, Cecep juga sayang banget sama Nenek”
“Cep.. Cecep teh hadiah terindah nu gusti Allah pasih ka Nini, walau Cecep sanes darah daging Nini, tapi Cecep lahir ti hate Nini” “ Cep.. Cecep itu hadiah terindah yang Allah kasih untuk Nenek, walaupun Cecep bukan darah daging Nenek, tapi Cecep lahir dari hati Nenek”
Bibir yang kaku itu, kini tersenyum. Dua titik gelembung dari sudut matanya itu keluar lagi, namun dengan rasa yang berbeda, bahagia. Milyaran kata yang sempat terpendam itu, kini telah terdengar. Harapannya saat ini hanya satu, di akhir hidupnya ia bisa memberikan derma cinta untuk Cecep.

Derma : sesuatu yang mulia yang dilakukan dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih

Bandung 7 September 2012
*Dibukukan dalam buku antologi "Kelindan Cinta" 

Pendidikan Karakter Dari Seorang Ayah


– Timothy Wibowo

“Satu Ayah lebih berharga dari 100 guru disekolah” – George Herbert

Ada sebuah kisah, tentang seorang ayah yang sudah terpisah lama dengan anaknya. Karena suatu hal, sang anak lari dari rumah dan sang ayah mencarinya selama berbulan-bulan tanpa hasil. Akhirnya munculah ide dari sang ayah, untuk memasang iklan di Koran, surat kabar yang paling besar dan terkenal se Ibukota.  Bunyi iklan tersebut: “Pato sayang, temui aku di depan kantor surat kabar ini, jam 12 siang hari sabtu ini. Semua sudah aku ampuni, aku mengasihimu nak”. Lalu hari yang di tunggu tiba, ternyata ada 800 orang bernama Pato berkumpul mencari pengampunan dari seorang ayah yang sangat mengasihi.
Data dari statistic mengatakan bahwa orang yang bertumbuh tanpa kasih sayang  seorang ayah akan tumbuh dengan kelainan perilaku, kecenderungan bunuh diri dan menjadi criminal yang kejam.  Sekitar 70% para penghuni penjara dengan hukuman seumur hidup adalah orang yang bertumbuh tanpa ayah (tanpa kedekatan emosional dari ayahnya).

Ada 2 hal penting rahasia sukses dari seorang ayah yang bisa diturunkan kepada anaknya. Apa itu?
1. Pelajaran Untuk Survival. Dari ayah kita akan belajar mengenai pelajaran yang sangat kompleks tentang bertahan hidup. Kenapa kompleks, sebab banyak hal yang perlu di “jaga” kestabilannya dalam hidup. Dalam keluarga, bagaimana ayah berperan dalam keluarga, memperlakukan ibu kita – yang kelak akan kita contoh dan duplikasi kepada pasangan kita. Membantu membesarkan hati anak jika ada masalah – kelak akan kita lakukan juga pada anak kita (ingat menjadi orangtua tidak ada sekolahnya, kita hanya mencontoh apa yang orang tua kita lakukan kepada kita). Kehidupan ekonomi keluarga, bagaimana ayah berperan dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam hal bertahan hidup kita akan belajar dari seorang ayah.
2. Masalah Karir. Yang satu ini adalah penting jika kita ingin sukses secara financial dan karir, maka perbaiki hubungan kita dengan ayah (bagi yang sudah besar) bagi kaum ayah muda, berelasilah dengan baik dengan anak anda. Kenapa? Dari seorang ayah, akan “diturunkan” kemampuan berkarir dan mendapatkan kemudahan dalam karir. Ingat yang point pertama, secara mendasar kita belajar survival dan dalam urusan bekerja seorang ayah adalah “mesin pencetak uang”. Relasi yang baik antara ayah dan anak akan sangat membantu sang anak untuk menuai sukses dikemudian hari saat dia memasuki dunia kerja.
Banyak klien saya yang hubungan dan relasinya hancur dengan sang ayah sejak lama, kemudian dengan segala kerendahan hatinya memulai hubungan yang baru dan saling memaafkan maka rejekinya juga berubah. Disamping itu juga Doa seorang ayah untuk anaknya bagaikan “turbo” untuk kesuksesan seorang anak. Bahkan doa yang benar-benar dilakukan seorang ayah, mampu mengubah karir seorang anak jauh melampaui karirnya sang ayah. Banyak kasus terjadi di dalam ruang terapi saya, pekerjaan yang buntu hanya perlu berbaikan pada sang ayah. Mudah bukan?

Figur seorang Ayah adalah figur yang sangat penting dijaman sekarang ini. Karena banyak sekali anak yang kehilangan figur seorang ayah dan mencari perhatian ayahnya dengan melakukan apa yang kita sebut “kenakalan”.
“Kulakukan ini semua untuk keluarga” adalah jawaban klasik yang muncul di mulut kebanyakan ayah, “saya bekerja untuk siapa kalau bukan untuk keluarga”, tetapi yang sering terjadi adalah keluarga menjadi korban. Maunya yang terbaik buat keluarga tetapi keluarga jadi korbannya kelak dan dimasa tuanya terjadi kebingungan, kenapa keluarga kok amburadul semua, “salah dimana?” Ya tentunya anda sekalian tahu dimana letak salahnya, bukan.
Seorang manusia, akan mempunyai kehidupan yang maksimal jika “dia diampuni dan mau mengampuni”. Ini adalah dasarnya. Bagi anda seorang ayah, maukah anda mengampuni anak dan minta maaf kepada anak untuk kebaikannya kelak dikehidupan masa depan? Dan anda sendiri sebagai ayah akan menjadi ayah yang sangat maksimal bagi keluarga dan lingkungan sekitar anda.
Para Ayah, anda sangat dirindukan dan dibutuhkan anak-anak anda untuk bekal kehidupan di masa depannya. Jangan habiskan seluruh energy dan waktu di tempat kerja, sehingga waktu dirumah hanyalah sisa energy dan duduk menonton tv atau membaca koran. Seorang anak perlu pelukan dan telinga dari ayahnya untuk mendengar, mengerti apa yang diceritakan sang anak.
Ajarkan kebenaran tentang moral dan sopan santun dan tentunya para ayah tidak akan menyesal kelak dalam kehidupan dewasa sang anak akan mengamalkan didikan dari sang ayah.
“Seorang ayah mampu membantu menggerakan perekonomian dunia dan mensejaterahkan kehidupan yang lebih layak untuk kehidupan di BUMI ini” – Timothy Wibowo.

Pages